Kamis, 14 Maret 2013

RENUNGAN TENTANG JILBAB

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah kepada saya untuk menutup aurat. Tepatnya saya sudah lupa. Yang saya ingat kelas 2 SMA saya mulai menutup aurat. Awalnya baru ke sekolah saja, hingga kemudian saya memberanikan diri untuk menutup aurat ketika keluar rumah/bertemu dengan selain mahram.Dengan segala keterbatasan yang ada pada keluarga ditambah tekanan psikologis dari lingkungan yang menganggap jilbab itu menyulitkan, Allah memberi banyak kemudahan kepada saya. Selepas SMA saya bisa langsung diterima di sebuah sekolah kedinasan yang lulusannya langsung diterima menjadi CPNS. Itu sudah mematahkan omongan miring tetangga yang menghina "mau kerja disawah aja pakai jilbab, ribet". Setelah saya bekerja, saya bisa membantu ekonomi keluarga. Dan otomatis itu menaikkan citra jilbaber dikampung saya:)) Para tetangga pun tidak berani lagi mengotak-atik jilbab yang saya pakai.Setelah lebih dari sepuluh tahun, alkhamdulillah sampai sekarang Allah masih memberikan keteguhan kepada saya untuk menutup aurat.
Seiring dengan perkembangan dakwah di negeri ini, jilbab sudah mulai marak. Wanita berjilbab bukanlah hal asing lagi yang kita temui.Namun, ada yang mengganjal dihati ini. Trend Jilbab yang berkembang sudah ada yang mulai menyimpang dari tujuan awal. Bukankah kita berjilbab untuk memenuhi perintah Allah dalam QS AL Ahzab : 59 : “Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” Juga dalam Q.S An Nur : 31 :“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” Ya, kita diperintahkan oleh Allah untuk menutup aurat kita. Bukan untuk siapa-siapa, tetapi untuk menjaga harga diri dan kehormatan  kita sebagai seorang wanita. Juga merupakan bentuk ibadah kita kepada Allah dan ketaatan kita terhadap perintah-Nya. Oleh karena itu, jilbab yang kita pakai tidak bisa sembarangan. Agar bernilai ibadah dan dicatat sebagai amal kebaikan bagi diri kita, selain niat yang benar syarat-syaratnya pun harus dipatuhi. Secara ringkas syaratnya adalah sebagai berikut :

  1. Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
  2. Tidak tipis dan tidak transparan
  3. Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh (tidak ketat)
  4. Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.
  5. Tidak berwarna dan bermotif terlalu menyolok. Sebab pakaian yang menyolok akan mengundang perhatian laki-laki. Dengan alasan ini pula maka membunyikan (menggemerincingkan) perhiasan yang dipakai tidak diperbolehkan walaupun itu tersembunyi di balik pakaian
 Pembahasan lebih mendalam mengenai syarat dan dalilnya bisa dicari dibuku-buku fikih tentang wanita.
Ketika niat dan syarat sudah terpenuhi, insyaAllah akan menjadi tambahan pahala bagi kita. Beda lagi ketika sudah ada yang lain dihati. Kita memakai jilbab agar kelihatan cantik, untuk mengikuti mode atau biar dilirik oleh anaknya Pak Ustadz. Niatnya sudah salah. Apalagi jika ternyata jilbab yang kita pakai tidak memenuhi syarat-syarat yg telah ditentukan oleh Allah dalam Al Quran dan Al Hadits. Sungguh tidak beruntung diri kita. Bisa jadi kita mengira kita sudah memenuhi perintah Allah akan kewajiban menutup aurat, namun itu tidak bernilai apa-apa sama sekali. Oleh karena itu perlu kita intropeksi diri lagi. Sudah benarkah niat kita, sudah betulkan tatacaranya. Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang merugi. Sebagai penutup saya sampaikan sebuah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (1) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan bisa masuk surga, dan tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR. Muslim)

2 komentar: